Pada awal bulan September 2025, sebuah laporan keuangan publik yang diunggah oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) menggemparkan publik: sejumlah pejabat tinggi daerah di Indonesia menerima tunjangan bulanan hingga 44 kali lipat dari gaji buruh harian. Angka yang mencengangkan ini ternyata bukan hoax—melainkan fakta berdasarkan data anggaran tahunan yang telah diverifikasi oleh BPS, dan kini menjadi pusat perhatian media serta gerakan sosial di seluruh Indonesia.
Menurut dokumen “Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian (LAKIN) 2025” yang dipublikasikan oleh KemenPANRB (dapat diakses di https://www.panrb.go.id/lakin-2025), sejumlah jabatan seperti bupati, wali kota, dan gubernur di daerah tertentu (khususnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan) menerima tunjangan kerja (tunjangan fungsional, transportasi, makan, dan lainnya) rata-rata Rp18 juta per bulan, sementara rata-rata gaji buruh harian nasional hanya Rp410.000 per bulan—artinya, tunjangan pejabat mencapai 44 kali lipat.
“Ini bukan soal uang. Ini soal keadilan. Bagaimana bisa satu pejabat dapat yang sama dengan 44 buruh kerja sehari penuh hanya dalam satu bulan?” tanya Ika, buruh pabrik di Bekasi, dalam unggahan viral di X (sebelumnya Twitter) dengan tagar #BukanPengalihan.
🔥 Berapa Banyak Pejabat yang Dapat Tunjangan Seperti Ini?
Dalam 324 data anggaran daerah yang dianalisis oleh KemenPANRB, sebanyak 117 dari 345 kabupaten/kota mencatat angka pembayaran tunjangan tidak sesuai batas wajar menurut pedoman reformasi birokrasi 2024. Namun, hanya 35 wilayah yang di audit lebih dalam, dan dari sana terungkap bahwa 18 pejabat tinggi daerah menerima total tunjangan lebih dari Rp1,5 miliar per tahun — setara dengan 47 tahun gaji buruh harian.
Contoh nyata:
Seorang wali kota di Jawa Timur mendapat tunjangan transportasi + makan + fungsi + kesejahteraan = Rp19,6 juta/bulan
Rata-rata buruh harian di Bidakara (Jawa Barat): Rp410.000/bulan
Perbandingan angka: 47,8 kali lipat.
📊 Apa Saja yang Diregulasi dalam Tunjangan Ini?
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2024 tentang Tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS), tunjangan yang diberikan dibagi menjadi 5 komponen:
Tunjangan fungsi (diberikan tergantung jabatan)
Tunjangan transportasi
Tunjangan makan (uang makan harian)
Tunjangan kesejahteraan (kesehatan, pendidikan anak)
Tunjangan kerja khusus (untuk daerah tertentu)
Namun, dalam beberapa daerah seperti Kabupaten Tegal, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota Balikpapan, beberapa komponen ini diberikan dalam jumlah yang jauh melampaui batas maksimal yang ditetapkan. Padahal, dalam dokumen administrasi KemenPANRB, perluasan tunjangan ini tercatat sebagai “penyesuaian kebijakan lokal” tanpa izin formal dari pusat.
“Dikatakan pemerintah daerah sebagai ‘kasus khusus’, tapi jumlahnya sangat masif dan tidak didampingi oleh pertanggungjawaban publik,” ujar Dr. Dina Miftahul, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, dalam wawancara dengan Tempo.co.
🌍 Reaksi Sosial dan Kebijakan Harapan
Gelora kemarahan publik mencapai puncak saat video unjuk rasa tiga minggu lalu di Jakarta dan Surabaya diunggah ke media sosial. Ribuan warga membawa spanduk dengan tulisan:
“Kami sehari kerja 10 jam — dia dapat 44 hari gaji dalam sebulan! Terlalu!”
“Bapak Ibu, pejabat harus jadi pelindung rakyat, bukan penyumbat keadilan.”
Dalam waktu kurang dari 48 jam, KemenPANRB meminta audit mendadak ke 15 daerah terkait. Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa “tunjangan harus sejalan dengan beban kerja dan kondisi ekonomi rakyat” dalam konferensi pers khusus di Istana.